3 Isu Kontroversial yang Bikin RI & Uni Eropa 'Perang' di WTO

Jakarta - Hubungan Indonesia maka Uni Eropa (UE) saat ini sedang memanas, spesialnya soal perdagangan. Terdapat tiga isu kontroversial yang setidaknya melatarbelakangi panasnya hubungan Indonesia maka UE di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Pertama, nikel: Indonesia resmi melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri sejak akhir tahun 2019. Atas larangan ekspor itu Indonesia digugat karena Uni Eropa hadapan WTO selanjutnya dinyatakan kalah sejak Oktober 2022.
Tak tinggal hening, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan menterinya menurut mengajukan banding hukum atas gugatan terhormat.
"Dan tahun kemarin atas gugatan itu kita kalah, kalah jangan mundur. Kalau kita kalah, kelak kita ragu, bersama berbelok lagi ekspor bahan mentah, sampai kapanpun negara ini tidak akan jadi negara maju,' akurat Presiden Jokowi dalam pembukaan Workshop Nasional Partai Amanat Nasional (PAN), Minggu (26/2/2023).
Kedua, Minyak Kepala Sawit (CPO): Mantan Direktur WTO periode 2005-2013 Pascal Lamy menyampaikan, selain nikel terdapat dua isu kontroverial lainnya nan melakukan Uni Eropa dan Indonesia saling jengkel merupakan isu deforestasi dan perkebunan kelapa sawit.
Pascal Lamy mengisahkan, pemerintah Indonesia tidak suka demi tindakan Uni Eropa bahwa berupaya mengambil konsumsi minyak sawit dan menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman berisiko canggih terhadap deforestasi.
Dalam penelusuran CNBCÂ Indonesia, awal mula CPO Indonesia tertiup angin kurang sedap diawali pada laporan Time Toast, pada 1 Januari 2007, bahwa organisasi PBB menilai produksi minyak sawit sebagai penyebab utama deforestasi dalam Indonesia, dalam mana pembalakan liar maka penanaman kelapa sawit lazim terjadi dalam 37 pada 41 taman nasional.
Akibat hal itu, cukup April 2017 Parlemen Uni Eropa menerbitkan resolusi tentang minyak kelapa sawit lagi deforestasi hutan hujan. Tujuan akhirnya yakni melarang impor kelapa sawit akan tidak bertimbal lewat pembangunan berkelanjutan, serta produk turunannya cukup 2020 ke wilayah UE. Resolusi terhormat juga mendesak agar minyak kelapa sawit tidak dihadirkan cukup kategori bahan baku dalam program biodiesel UE cukup 2020.
Pada awal 2019, Eropa menerbitkan Delegated Regulation yang merupakan turunan dari Renewable Energy Directive II (RED II), dalam mana kelapa sawit dianggap bagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan atau dikenal beserta deforestasi atau indirect land-use change (LUC).
Deputi Bidang Koordinasi Investasi maka Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman maka Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto mengatakan dua gugatan kepada Uni Eropa atas segera dilayangkan ke WTO. "Di Sawit, lagi kita masukkan ada dua gugatan anyar (ke WTO)," ungkapnya terdalam daftar "Energy & Mining Outlook 2023" CNBC Indonesia, Kamis (23/02/2023).
Namun saadapunnya, Seto enggan menjelaskan lebih lanjut dalil gugatan ke pihak Uni Eropa terhormat. Selain sawit, pemerintah Indonesia terus mediterimakan gugatan ke Uni Eropa terkait dengan kasus anti-dumping dari harga impor baja ala bulan lalu.
Ketiga, Anti Dumping Baja (stainless steel): Menko Marves mencatat bahwa pihaknya lagi hangat mengajukan gugatan di WTO terkait terkait anti dumping baja (stainless steel)
"Jadi, ini kita gak setidak marahnya diam-diam saja karena deras negara berkembang nan sikapnya bagai itu, nan menurut saya jangan didiamkan, kita wajib challenge ini, kita gugat antara pengadilan mereka sendiri," lanjutnya.
Mengutip Reuters, Uni Eropa ala tahun lintas memberlakukan tambahan bea impor anti dumping terhadap produk cold-rolled stainless steel melalui Indonesia sebesar 21%, lebih banter melalui rentang bea impor anti dumping sebesar 10,2%-20,2% yang diberlakukan ala November 2021 lintas.
Sejak diterapkannya kebijakan bea impor anti dumping dengan 2021 tersebut, pengapalan stainless steel ke Uni Eropa disebutkan anjlok selaku sekitar US$ 229 juta dengan 2021. Lalu, dengan Januari-November 2022 lantas diperkirakan pengiriman turun lagi selaku sekitar US$ 40 juta.
Komisi Uni Eropa mengatakan, kebijakan anti dumping ini demi "melawan ketidakadilan subsidi yang didukung negara" yang kainterogasi melibatkan pembiayaan tertentu daripada China selanjutnya kebijakan Indonesia melarang ekspor bijih nikel.